Halaman

Rabu, 01 Mei 2013

perjalanan Jember Denpasar

Dua hari yang lalu JOB dapat tugas rapat ke Denpasar, hari Selasa  pukul 10.00 WITA lokasi sekitar lapangan Renon . Alternatif transportasinya travel Bali Prima, travel Cipaganti, travel Bali Penjor dll tetapi semuanya berangkat pukul 18.00 WIB perkiraan saat shubuh tiba di Denpasar. Setelah dipikir2 kuputuskan naik bis, berangkat dari Jember jam 09.00 WIB dengan harapan tiba di Denpasar jam 18.00 WITA. Alasan berangkat pagi, yang pertama : tengah malam adalah jam padat di pelabuhan karena saat bertemunya bis2 pariwisata dan bis2 cepat, mengakibatkan antre hingga 6 - 8 jam pada waktu liburan adalah hal biasa, dengan menyeberang siang diharapkan lebih longgar; yang kedua : bila sampai Denpasar terlalu pagi, bingung mau check in di hotel (lha koq bisa ?) karena hotel menganut peraturan batas check out time jam 12.00 WITA  dan batas check in time jam 13.00. Artinya bila kita check in sebelum batas yang ditentukan, saat besok menyelesaikan bill kamar akan terkena extra charge hingga 50%. Karena itu bila sobat2 mau check in sebelum batas yang ditentukan, harus ditanyakan kena extra charge apa nggak, trus catat nama staf hotel yang memberi keputusan. 
Akhirnya berangkat hari Senin dari terminal Jember naik bis pukul 09.00 WIB. Sampai pelabuhan Ketapang Banyuwangi pukul 13.30 gak pake antri langsung naik fery . Pukul 15.00 WIB tiba di pelabuhan Gilimanuk Bali semua penumpang diminta turun untuk pemeriksaan KTP. (lha kalo gak bawa KTP atau KTP nya mati gimana ?) kemungkinan : 1. diinterogasi dan diijinkan ; 2 diinterogasi trus disuruh balik kembali. Segalanya lancar pas sampai Tabanan ada perbaikan jalan ...... nasib .... nasib .....
Pukul 20.30 WITA tiba2 kondektur berteriak " persiapan terminal Mengwi terakhir...!", lha gak sampai terminal Ubung Pak ? tanya beberapa penumpang " terminal besarnya sudah pindah ke Mengwi, dari sini ke terminal Ubung naik bis mini cuma bayar 10.000...", Duh Gusti kalo gini kapan sampainya........terbayang shower air hangat dan tempat tidur empuk melambai - lambai......., akhirnya  dengan sisa semangat terakhir sampai di terminal Ubung Denpasar. Sebelum menuju ke hotel kusempatkan dulu cari makan di warung jawa yang ada di sebelah terminal, sembari menunggu makanan datang aku confirm ke hotel, dan terdengar suara yang berbunga2 tapi menusuk hati "Oh dengan Bapak JOB ? mohon ma'af sebelumnya Pak, karena Bapak sudah kami tunggu sampai jam 18.00 tidak datang, sesuai kebijakan hotel kami terpaksa menjual kamarnya, mungkin lain kali Bapak dapat menginap di hotel kami, terima kasih....", Glodak!!!...... salah gue sendiri sih, booking kamar gak pake DP jadi dikira omdo (omong doang), saat liburan gini gak mudah dapat kamar murah yang posisinya strategis. Segera setelah menyelesaikan makan langsung cabut ke warnet buka Tripadvisor,
Google Maps dan Wikimapia org. Akhirnya setelah beberapa kali telepon terdengan hembusan angin surga " Oh masih tinggal 1 kamar tapi yang VIP pak, yang standard sudah habis..." sambil menyebutkan sejumlah nominal, Ok Mbak jangan dijual, saya segera kesana.......Ojeekkkk!!! .....Alhamdulillah akhirnya kutemukan tempat berlabuh.......

Kamis, 28 Maret 2013

Kelompok belajar dan bermain TANOKER

TANOKER LEDOKOMBO

Indahnya masa kecil di pedesaan mungkin merupakan kerinduan yang tidak bisa didapatkan kembali oleh sebagian besar orang. Belajar bersama teman2 dikebun, bermain dakon, egrang, gobag sodor, bakiak berpasangan, gamelan, bermain lumpur di sawah, mandi di kali sudah dikalahkan oleh permainan video game, game online, bahkan ada cerita seorang ayah kepada anaknya bahwa semasa kecil dia sering mandi di sungai belakang rumah dan sang anak berpikir betapa jorok sang ayah karena suka mandi di selokan bau yang tidak ada airnya........ Tetapi di TANOKER LEDOKOMBO yang terletak di Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember (15 km utara kota Jember) kenangan masa kecil itu masih dapat kita temukan. Berangkat dari keprihatinan DR. Ir. Suporahardjo, M,Si dan sang istri tercinta akan perkembangan dunia anak2 pedesaan yang mulai terpengaruh budaya barat, maka terbentuklah komunitas ini. Dibantu oleh komunitas UJAR (UNEJ Mengajar) setiap hari Minggu jam 8 pagi anak2 desa Ledokombo dan sekitarnya belajar bersama dikebun, dilanjutkan jam 10 pagi dengan permainan kesenian tradisional. Anak2 diberi kebebasan memilih permainan dan kesenian yang diinginkan. Dan puncaknya setiap minggu terakhir jam 2 siang diadakan POLO LUMPUR yang bebas diikuti oleh mahasiswa UJAR, anak2 maupun pengunjung, Bagi yang mau gabung datang aja langsung ke lokasi, tambah rame tambah asyik, untuk informasi lebih jelas add aja facebok tanoker ledokombo. Jangan lupa bawa baju ganti ya mas, mbak........ lokasinya DISINI
hari
Pukul
kegiatan
Senin
15.00 – 17.00
Latihan musik tradisional (jimbe, kentongan)
Rabu
15.00 – 17.00
Latihan musik tradisional (jimbe, kentongan)
Jum’at
15.00 – 17.00
Latihan musik tradisional, permainan tradisional anak
(jimbe, kentongan, egrang bambu, egrang batok, bakiak)
Sabtu
15.00 – 17.00
Latihan musik tradisional, permainan tradisional anak
(jimbe, kentongan, egrang bambu, egrang batok, bakiak)
19.00 – 22.00
Latihan musik tradisional (karawitan, angklung)
Minggu
I, II, III
08.00 – 10.00
Bimbingan belajar di alam
10.00 – 12.00
permainan tradisional anak
(egrang bambu, egrang batok, bakiak)
13.00 – 16.00
Latihan musik tradisional (jimbe, kentongan, angklung)
Minggu IV
08.00 – 10.00
Bimbingan belajar di alam
10.00 – 12.00
Outbound tradisional anak
13.00 – 16.00
Polo lumpur di sawah
Setiap bulan Agustus
Festival egrang

Fasilitas : 12 Guest House
Makanan tradisional : Soto Batok, Bakso Batok, Rujak, Bakso
Obyek Wisata : Air Terjun Antrokan, Handicraft dari debok pisang, rambut jagung, batok kelapa, areal persawahan
Telepon : 0331 – 591472
Website : www.tanoker.org

Senin, 25 Maret 2013

Tradisi masyarakat pendalungan (1) membuat jenang

MEMBUAT JENANG

Budaya pandalungan adalah percampuran antara dua budaya dominan, yakni budaya Jawa dan budaya Madura. Kebudayaan pandalungan meliputi Kabupaten Pasuruan, Probolinggo,
Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Lumajang. Salah satu tradisi budaya pandalungan adalah gotong royong, diantaranya tradisi membuat jenang menjelang pesta pernikahan. Tradisi membuat jenang secara gotong royong masih dilakukan oleh kaum wanita di pedesaan sebagai tanda persaudaraan bagi sesama warga. Seperti yang pagi ini Job amati  di Dusun Cupu Desa Kemuninglor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Sehari sebelum proses membuat jenang, kaum lelaki gotong royong memasang tenda dari terpal, membuat pagar dari bambu, menyiapkan kayu bakar, menggali tanah untuk tungku serta mengupas kelapa sedangkan kaum wanita  bertugas memarut kelapa. Keesokan paginya kelapa yang sudah diparut diperas untuk diambil santannya. Untuk 1 wajan besar diperlukan sekitar 50 butir kelapa, 8 kg gula jawa dan 10 kg tepung ketan, diaduk selama 4 - 5 jam tanpa henti dengan nyala api kecil. Setelah dirasa cukup kenyal, wajan diangkat untuk didinginkan selama semalam, kemudian dibalik untuk diambil jenangnya. 
mengaduk jenang

mengatur api agar tetap menyala kecil

Tuan rumah menjamin makan dan minum warga wanita selama proses  pembuatan jenang, tidak hanya kaum wanita yang membantu bersama anak - anaknya tetapi juga keluarga di rumah masing-masing, karena otomatis ibu-ibu tidak ada yang memasak di rumah. 
tungku 

sayuran yang ditiriskan

menyiapkan makanan

makan bersama
 Selain itu juga disiapkan sesajen sebelum proses pembuatan jenang, yaitu nampan yang berisi kopi, rokok, 1 butir kelapa, sentir, pisang, bumbu, beras, nasi, gula bubuk dan kelngkapan menginang. Apabila tuan rumah membuat jenang 2 wajan maka juga disiapkan 2 sesajen.
sesajen

Suatu tradisi masyarakat tradisional yang menjadikan tetangga bak saudara....... suatu pelajaran bagi orang modern yang mendewakan  hal praktis tetapi berujung individualis......

Minggu, 24 Maret 2013

dejavu cafe cabe jember




Kemarin Job bertiga dengan teman berkunjung ke DEJAVU CAFE CABE JEMBER yang terletak di Jalan Kalimantan sebelah selatan double way Universitas Jember. Waktu menunjukkan pukul 10.30 belum saat makan siang jadi suasana masih sepi. Pengunjung boleh pilih duduk di sofa atau bersila di rumah panggung kayu yang artistik. Menu mulai dari nasi goreng kambing hingga mie ayam dengan harga yang sesuai untuk kantong mahasiswa yang tinggal di sekitar kampus. Kita pesan mie ayam cah jamur, mie ayam pedas, ayam bakar plus 3 teh panas. Habis makan kita check bill untuk mie ayam seharga 6.000 (masih murahhhhh...) pas kita check teh panas @ 4.000 !!! (lain kali bawa minum mineral sendiri kaleee...). Tapi semua itu terbayar dengan pelayan yang  funky, suasana yang cozy, musik yang lembut, free WIFI, pemandangan dari lantai 2 yang mengesankan. Lain kali coba menu nasi goreng kambing ahhh .....tapi tanpa teh panas........
lokasi bisa dilihat DISINI